Tradisi Pemakaman Unik di Desa Trunyan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Daerah Kintamani memiliki desa dengan tradisi unik yaitu Desa Trunyan yang sayang untuk Anda lewatkan. Desa ini merupakan salah satu desa tertua yang ada di Bali yang masih menjaga tradisi nenek moyangnya. Tidak sedikit wisatan yang tertarik ke desa ini hanya untuk menyaksikan tradisi pemakaman dari desa ini.

Sumber foto : https://sales-sandiegohills.com/berita-umum/desa-trunyan-destinasi-wisata-bali/

Tidak seperti tradisi ngaben pada umumnya di desa ini mayat tidak dibakar ataupun di kubur. Di desa ini mayat akan didiamkan begitu saja di alam terbuka. Kegiatan ini sering disebut dengan Mepasah. Keunikan ini hanya terjadi di desa ini untuk setiap masyarakatnya yang wafat. Bagi Anda yang penasaran simak sejarahnya di bawah ini

Sejarah Desa Trunyan Bali yang Wajib Anda Ketahui

Desa Trunyan ini tidak hanya menggunakan tradisi mepasah untuk proses pemakanan namun juga menggunakan proses penguburan pada umumnya. Desa Bali Aga ini memiliki tiga lokasi pemakaman untuk masyarakatnya. Tepatnya bisa Anda temukan di Sema Wayah, Sema Bantas dan juga Sema Nguda. Sema Wayah merupakan tempat spesifik untuk tradisi pemakaman mepasah.

Sedangkan Sema Bantas digunakan untuk proses pemakaman yang dikubur. Lalu Sema Nguda bisa digunakan untuk dua proses pemakaman tersebut. Tidak sembarangan proses pemakaman mayat dilihat dari penyebab kematian. Jika meninggal karena penyakit, meninggal bunuh diri, meninggal tidak wajar, meninggal karena kecelakaan, dibunuh atau anak kecil yang belum tanggal giginya harus dimakamkan dengan cara di kubur.

Sedangkan pemakaman dengan proses mepasah berlaku untuk masyarakat Desa Trunyan yang sudah menikah. Selain itu para bujangan atau anak yang giginya telah tanggal jika meninggal akan menggunakan prosesi mepasah. Uniknya masyarakat menyatakan bahwa meski diletakkan begitu saja mayat mepasah justru akan mengeluarkan bau wangi. Penggunaan pohon taru menyan yang menjadi alternatif menghilangkan bau busuk pada bangkai mayat mepasah.

(Foto: Flickr / Sura Ark)

Ada sejarah dibalik pohon taru menyan tersebut. Konon ceritanya bau dari pohon ini mampu menghipnotis empat pemuda untuk tiba di Desa Trunyan. Sulung dari empat bersaudara tersebut jatuh cinta pada dewi penunggu pohon taru menyan tersebut. Lalu keduanya menikah dan membangun kerajaan di desa ini. Pada masa kepemimpinan pangeran sulung yang diberi gelar Ratu Sakti Pancering Jagat tradisi ini mulai digunakan.

Raja merasa bahwa harum dari pohon taru menyan cukup berbahaya untuk desa. Sehingga dia memutuskan untuk setiap mayat yang meninggal dengan syarat tertentu tidak lagi dikubur melainkan dibiarkan begitu saja. Sejak saat itu bau wangi dari taru menyan tidak terlalu menyengat. Sedangkan dalam waktu yang bersamaan mayat yang diletakkan pada batu disekitar pohon tersebut juga tidak membusuk.

Cara Menuju Desa Trunyan Bali

Bagi Anda yang tidak sabar ingin mengetahui secara langsung tradisi unik dari desa satu ini maka Anda bisa menempuh perjalanan yang cukup mudah. Desa ini terletak di tepi danau Batur Kintamani. Anda bisa menyewa perahu dari dermaga Kedisan untuk menyebrang. Biaya yang perlu Anda keluarkan sekitar 100 ribu satu perahu yang bisa membawa 5 orang. Hanya dalam waktu 30 menit Anda akan tiba di Desa Trunyan yang unik dan menarik ini.